Rifai’yah
by Abidin Khusaeni
Rifa'iyah adalah sebuah Organisasi para santri K.H. Ahmad Rifa'i kalisalak,
Batang Jawa Tengah Indonesia. Untuk lebih mengenal tentang Rifaiyah disini saya
paparkan mengenai tokoh utama Rifa'iyah yaitu Kyai Haji Ahmad Rifa'i. Saya mengutip
tulisan ini dari buku karangan H. Ahmad Syadirin Amin yang berjudul "Pemikiran Kiai
Haji Ahmad Rifai Tentang Rukun Islam Satu"terbitan Jama'ah Masjid
Baiturrahman Jakarta Pusat Tahun 1994/1415 H dengan harapan akan membantu anda
mengenal siapa Kiai Haji Ahmad Rifai sehingga diketahui asal muasal Rifa'iyah.
Sebelumnya Sebagai Tradisi K.H.Ahmad Rifa'i yang harus saya lestarikan adalah beliau
selalu mengawali setiap tulisan beliau dengan bacaan Bismillah dan Hamdallah dan
Solawat , setelah membaca Bismillah dan Hamdallah serta solawat maka mari Kita mulai
membaca uraian dibawah ini.
Kiai Haji Ahmad Rifai dilahirkan pada 9 Muharam 1200 H atau 1786 di desa
Tempuran Kabupaten Semarang (saat itu) dari pasangan suami istri K.H. Muhammad
Marhum Bin Abi Sujak Seorang Penghulu Landerad di Kendal dan Siti Rahmah, Beliau
mendapat sentuhan kasih sayang seorang ayah hanya singkat yaitu sekitar 6 tahun , itu
karena Sang ayah telah menemui ajalnya / wafat (Semoga Allah Mengasihinya/
Almarhum), pada usianya yang begitu muda itu (6 tahun) itu beliau (Ki Ahmad) sudah
diasuh oleh kakaknya yang bernama Nyai Rajiyah istri Kiai As'ari seoarang ulama
pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Kaliwungu.
Di sinilah Syekhina belajar ilmu agama kepada kiai As'ari dan diamalkan melalui
dakwah lisan dan tulisan kepada rakyat sekitarnya, sebelum sampai kesuksesannya
menelurkan banyak karya ilmiah yang sarat ilmu dan patriotisme serta cita-cita
kemerdekaan yang justru menghadirkannya pada suatu keadaan yang tidak
menguntungkan baginya dan bagi kita (dampaknya sampai sekarang) yaitu: berpisah
dengan keluarga dan menikmati masa masa terakhir hidup dalam pengasingan meski
sempat ada komunikasi lewat surat-menyurat dengan Maufuro tetapi setelah ketahuan
Belanda hubungan benar-benar putus dan para murid semakin terpojok oleh isolasi
Belanda, kitab-kitab banyak disita Belanda dan sekarang cerita ini hanya diketahui oleh
beberapa orang saja bahkan keturunan syeikhina dijawa tidak diketahui, tanah wakaf
dijarah penduduk meski sebagian telah dibeli / dimerdekakan oleh para Saudara
Rifaiyah yang semoga dimuliakan Allah ( Aneh!!!!!!?!!) serta isu klasik yang menyerang
para muridnya ditambah tidak adanya regenarasi menjadikan kita minoritas kalah
kuantitas bahkan mungkin kualitas.
Beliau hidup dipengasingan sampai ajalnya menjemputnya di Ambon pada Kamis
25 Robiul Akhir 1286 H (usia 86 tahun), ada riwayat lain yang mengatakan beliau wafat
pada 1292 H (92 tahun, semoga yang ini benar, karena itu berarti beliau panjang umur)
di kampung Jawa Tondono Kabupaten Minahasa, Manado Sulawesi Utara dan
dimakamkan di komplek makam pahlawan Kiai Modjo di sebuah bukit yang terletak
kurang lebih 1 km dari kampung Jawa Tondano (Jaton) mencari ilmu ke Mekkah dan
Mesir.
Setelah beberapa kali keluar masuk penjara Kendal dan Semarang karena
dakwahnya tegas, dalam usia 30 tahun, Ahmad Rifai berangkat ke Mekkah untuk
menunaikan ibadah haji, ke Madinah ziarah Makam Rosululloh SAW dan memperdalam
ilmu di sana selama 8 tahun. Dan kemudian di Mesir selama 12 tahun. Di Haramain
(Mekkah dan Madinah) ia berguru kepada Syaikh Abdul Aziz Al Habisyi, Syaikh Ahmad
Ustman dan Syaikh Is Al -Barawi. Sedang di Mesir ia berguru pada Syaikh Ibrahim Al
Bajuri dan kawan-kawan.
Pulang ke Kendal menjelang kembali ke kampung halaman di Kendal, Kiai Haji
Ahmad Rifai bertemu dengan ulama-ulama Indonesia di Mekkah , Nawawidari Banten,
Muhammmad Khallil dari Madura dan teman yang lain. Dalam pertemuan itu, mereka
mengadakan musyawarah untuk memikirkan nasib umat di Indonesia yang sedang
terbelenggu oleh takhayul, kufarat dan mistis. Bahkan bangsa Indonesia sedang dalam
cengkeraman Belanda hasil musyawarah yang mereka sepakati bersama, mengadakan
pembaharuan dan pemurnian islam lewat pengajian, diskusi, dialog dan penerjemahan
kitab-kitab bahasa Arab ke bahasa Jawa ( Jarwa'ake!).
Isi dalam karya diutamakan membahas ilmu pokok yaitu Aqidah Islamiah Ibadah
- Muammalah dan Akhlak. Kiai Nawawi mengemban tugas menyusun kitab Aqidah,
Ahmad Rifai Fiqih dan Muhammad Khallil menyusun Tasawuf. Pada tahun 1254 H Haji
Ahmad Rifai telah selesai menyusun kitab Nasihatul Awam di Kalisalak Batang
Pekalongan. Nawawi menetap di Banten dan Khllil di Madura. Bagi Syekh Nawawi ,
karena keadaan pada waktu itu masih di bawah jajahan Belanda, dan setiap gerak-gerik
ulama selalu diawasi, termasuk kegiatan Nawawi, ia terpaksa kembali ke Mekkah untuk
mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada mahasiswa yang berdatangan ke sana dari
berbagai negara.
Di Mekkah, ia tinggal disebuah perkampungan Syi'ib Ali sampai wafatnya.
Muhammad Khallil memimpin pesantren dan sebagai guru tarekat muktabarah di
Bangkalan Madura sampai akhir hayatnya. Sedang Ahmad Rifai sebelum hijrah ke
Kalisalak, Haji Ahmad Rifai pulang ke desa Tempuran Kendal ingin melepas rindu
dengan keluarga. Namun Tuhan menghendaki lain, istri yang diharapkan bisa memberi
semangat dalam perjuangan, telah tiada.
Meskipun demikian, semangat Syeikhina dalam menegakkan kebenaran
mengalahkan kebatilan tidak menjadi surut. Tidak lama setelah pulang dari Mekkah,
Syeikhina beliau tidak diperkenankan tinggal di Kendal karena Haji Ahmad Rifai selalu
mengkritik elit e agama ,birokrasi Belanda dan Masyarakat yang berkolaborasi dengan
kolonial Belanda. Karena Menurut Syaikhina Belanda adalah kafir. Strategi Dakwah
Pesantren Kaliwungu Kendal adalah sebuah pemondokan para santri dari berbagai
daerah belajar mengaji kitab salaf kepada seorang kiai asli keturunan Keraton
Yogyakarta Kiai Asy'ari namanya kakak ipar Syeikhina, suami Nyai Rajiyah (kakak
perempuan Syeikhina).
Di pesantren inilah Syeikhina dibesarkan dan memperoleh pendidikan dan
pembinaan dari Kiai Asy'ari, setelah tumbuh menjadi pemuda dan dianggap cukup
pengetahuan ilmu agamanya, Kiai Ahmad Rifai terjun ke dunia dakwah di Kendal,
Wonosobo bahkan Pekalongan, di Kendal ia mendirikan pengajian dan menghimpun
parasantri yang datang dari berbagai daerah, sehingga menjadi kelompok pengajian
yang besar.
Keberhasilan Kiai Ahmad Rifai ini karena dakwah dan pengajiannya sangat
menarik sebelum kegiatannya diketahui oleh pemerintah kafir kolonial setempat, Ahmad
Rifai Kiai keturunan Kraton Yogyakarta ini telah berhasil menggalang kekuatan
barangkali belum pernah dimiliki kiai-kiai lain. Sehingga pada saat ia diasingkan dari
Kendal kemudian atas inisiatif sendiri menetap di Kalisalak , Kiai Ahmad Rifai sudah
punya jaringan luas untuk mengembangkan ajarannya. Strategi dakwah yang
dikembangkan kiai Ahmad Rifai saat itu antara lain: menghimpun anak-anak muda
untuk dipersiapkan kelak menjadi kader-kader dakwah, karena pemuda adalah harapan
keluarga dan masyarakat. Di tangan pemudalah urusan umat dan dalam derap langkah
pemudalah hidupnya umat. Sekarang pemuda, esok pemimpin. Pemuda Qahar dan
Maufuro adalah bukti hasil pengaderannya.
Menghimpun kaum dewasa lelaki dan perempuan dari kaum petani, pedagang
dan pegawai pemerintah, dimaksudkan untuk memperkokoh strategi dakwah,
penyokong utama dalam segi finansial dan dewan harian pelaksanaan dakwah
pengajiannya itu. Mengunjungi sanak famili terdekat diajak bicara tentang kondisi
agama, politik dan sosial yang dimainkan oleh pemerintah kolonialisme Belanda dengan
membuktikan fakta-fakta yang ada dan langkah yang akan ditempuh dengan dakwah
dan pengajian, supaya memperoleh simpati keluarga. Para santri dan murid dianjurkan
kawin antar sesama murid atau murid dengan anak guru, antar desa dan antar daerah
dimaksudkan agar terjalin hubungan yang mesra dan saling menumbuhkan kasih
sayang dan dapat mengembangkan ilmunya didaerah masing masing. Kiai Maufuro
menikah dengan anaknya bernama Nyai Fatimah alias Umroh.
Pada hari-hari tertentu mengadakan kegiatan khuruj berkunjung ke tempat lain
yang miskin materi dan agama . Dengan kunjungan itu diharafkan akan memperoleh
respon dari masyarakat atau mungkin paling tidak dapat membentengi pengaruh
budaya barat yang merusak. Menghimpun kader-kader muslim terdiri dari santri dan
murid dari berbagai daerah kemudian dijadikan mubalig untuk diterjunkan ke berbagai
pelosok guna memberi dan menyampaikan dakwah ketengah masyarakat.
Mendatangi masjid-masjid untuk memperbaruhi arah sholat ke arah menghadap
kiblat. Masyarakatnya, disarankan agar tidak menaati pemerintah kolonial, Belanda di
Indonesia telah merusak kepribadian dan kebudayaan bangsa.
Menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab dengan kitab berbahasa Jawa yang
mudah dipahami dan diamalkan dengan model karangan sendiri. Untuk menyesuaikan
kondisi masyarakat pada waktu itu, dibuatkan kitab -kitab berbentuk syair atau nadzam
yang indah dan dilagukan sedemikian rupa sehingga menarik minat pembaca dan
pendengar, kertas putih, tulisan merah, untuk setiap Al Qur'an, Al Hadits, Qoulul Ulama
(perkataan ulama) serta tiap kata awal dari syair (yang Mengilhami ditulisnya tulisan ini
dengan huruf merah pada awal paragraf) serta hitam untuk tulisan makna dan
komentar, penulisan ini sesuai dengan budaya bangsa sejak Sultan Agung Mataram XVI
dalam penulisan kitab-kitab Arab.
Menciptakan kesenian terbang (rebana) disertai dengan lagu-lagu, syair-syair,
nadzam-nadzam yang diambil dari kitab karangannya, sehingga terbangan itu di sebut
Jawan. Terbangan itu dimanfaatkan untuk mengingat pelajaran, hiburan pada saat ada
hajatan dan sekaligus mengantisipasi budaya asing yang merusak. Budaya itu sengaja
dibawa Belanda ke Indonesia untuk melawan budaya tanah air yang diwariskan oleh
nenek moyang kita yang muslim dan mukmin.
Pindah Ke Kalisalak rupanya pemerintah kolonial merasa khawatir terhadap
gerakan keagamaan Haji Ahmad Rifai itu berkembang di daerah kendal dan sekitarnya,
karena gerakan yang semula dirintangi itu ternyata makin banyak pengikutnya dari
daerah lain. Diduga kekhawatiran pemerintah Belanda terhadap gerakan Ahmad Rifai
ini, diilhami oleh kekhawatiran pemerintah kolonial akan munculnya kembali
pemberontakan, seperti terjadinya Perang Diponegoro di Jawa Tengah pada 1825 -
1830.
Pemerintah tidak mau lagi jatuh kedua kalinya dalam satu lubang. Sebelum
Mubalig Ulung lebih jauh melangkah, pemerintah kolonial mengambil langkah
mengasingkan ulama kharismatik ini ke luar Kendal, tidak lain agar gerakan beliau
terhambat dan tidak berkembang. Atas kenyataannya ini kemudian ia memilih tempat
tinggal di Kalisalak sebagai basis perjuangannya. Langkah ini ditempuh karena Kalisalak
merupakan daerah strategis untuk medan dakwah dan memudahkan kontak hubungan
dengan semua pihak dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pada umumnya masyarakat disana kaum petani yang pengetahuan agamanya
perlu disempurnakan. Selain itu para murid yang pernah mendapat latihan mental
waktu di Kendal adalah dari Krisidenan Pekalongan, di samping Karisidenan lain, seperti
Maufuro Batang, Abu Ilham Batang, Abdul Azis Wonosobo, Abdul Hamid Wonosobo,
Abdul Qohar Kendal, Muhammad Thuba Kendal, Imamtani Kutowinangun, Muh Idris
Indramayu, Muharrar Purworejo, Mukhsin Kendal, Mas Suemodiwiryo Salatiga, Abdullah
( Dolak ) Magelang, Abu Hasan Wonosobo, Abu Salim Pekalongan, Abdul Hadie
Wonosobo, Tawwan Tegal, Asnawi Pekalongan, Abdul Saman Kendal, Abu Mansyur
Wonosobo, Abdul Ghani Wonosobo, Muhammad Hasan Wonosobo, Muhammad Tayyib
Wonosobo, Ahmad Hasan Pekalongan, Nawawi Batang , Abu Nawawi Purwodadi.
Mereka itulah kader-kader Mubaligh tangguh yang berjasa mengembangkan
pemikiran Haji Ahmad Rifai ke daerah - daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ketika
Haji Ahmad Rifai berada di Kendal sempat menuklahkan putranya, Fatimah Alias Umroh
dengan lurah Pondok, Maufuro bin Nawawi, Keranggonan ( sekarang Karanganyar )
Kecamatan Limpung. Setelah meninggalkan kota Kendal, Haji Ahmad Rifai sementara
tinggal di rumah Kiai Maufuro menantunya.
Tidak lama kemudian Ahmad Rifai menikahi janda Demang Kalisalak Alm
Martowidjojo namanya Sujainah lalu ia hidup bersama istrinya di Kalisalak. Di Kalisalak
pada mulanya Kiai Haji Ahmad Rifai menyelenggarakan pengajian untuk anak-anak.
Namun lembaga itu kemudian berkembang menjadi majelis pendidikan yang mencakup
pula orang-orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Satu hal yang
menyebabkan pengajian haji Ahmad Rifai cepat terkenal adalah metode terjemahannya,
baik Al-Quran, Al-Hadits maupun kitab-kitab karangan ulama Arab dan Aceh lebih
dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa sebelum diajarkan kepada para murid,
bahkan kelihatan sebagai kewajiban yang ditempuh secara sadar,seperti yang tersirat di
dalam satu bait kitab Ri'ayatal Himmah karya Haji Ahmad Rifai, sebagai berikut:
Wajib saben alim adil nuliyan narajumah kitab Arab rinetenan supoyo wong jawi
akeh ngerti pitutur saking Qur'an lan kitab - kitab Arab jujur kaduwe wong awam
enggal ngerti milahur ningali kitab Tarjamah jawi pitutur
Artinya: Diwajibkan bagi setiap alim adil ( ulama akhirat ) untuk menejemahkan
kitab Arab, agar orang jawa lebih mengerti ajaran dari Al Quran dan kitab-kitab Arab (
Hadits dan Ulama ) dengan benar sehingga orang awam mengerti dan segera
melaksanakannya.
melihat ( membaca dan mempelajari ) kitab Tarjumah jawa sebagai ajaran.
karena metodenya yang tepat manfaat maka tak mustahil pengajian Ahmad Rifai cepat
berkembang. Para muridnya datang dari daerah yang dekat saja seperti Kendal, Batang
dan Pekalongan tetapi juga berasal dari Kedu , Wonosobo, Magelang , Banyumas,
Kerawang, Indramayu dan lainnya . Dan intensitas pengajaran tauhid , fiqh dan tasawuf
rasional yang dijalankan oleh Haji Ahmad Rifai yang menyebabkan perbedaan antara
tradisi keliru yang telah mapan dengan pemikiran barunya . Mendirikan Pesantren Kiai
Haji Ahamd Rifai mendirikan lembaga pendidikan pondok pesantren di Kalisalak Batang
. Sistem pengajaran yang menggunakan terjemahan bahasa jawa untuk memahami
ajaran - ajaran islam , mendorong bertambahnya murid pesantren yang berdatangan
dari berbagai daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara waktu itu kebiasaan di
pondok pesantren masih berlaku pengajian kitab - kiatb berbahasa Arab saja , dan
masih asing terhadap kitab kitab terjemahan. Menurut DR. Karel A. Steenbrink ( Sarjana
Belanda ) bahwa didalam sejarah dakwah , Ahmad Rifai bisa dianggap hampir satu -
satunya tokoh yang bisa memberikan uraian tentang agama Islam tanpa memakai
idiom - idiom Arab dan mampu mengarang buku dalam bahasa yang menarik karena
memakai bentuk syair. Metodologi yang digunakan dalam pengajarannnya
menggaunakan empat tahapan . Keempat tahapan itu adalah:
1. Tahapan Pertama ; Seorang santri harus belajar membaca kitab Tarojumah terbatas
pada tulisan Jawa. Sistem pengajaran ini dinamakan ngaji irengan , mengejakan
satu persatu huruf kemudian merangkum menjadi bacaan atau kalimat, tingkatan ini
merupakan awal didalam cara membaca kitab Tarojumah . Disamping itu para Santri
harus menghafal syarat rukun iman, dan islam, ibadah sholat dan wiridan "
Angawaruhi Ati Ningsun.......!" atau " Sahadat Loro". Setelah Sholat fardlu,
diwajibkan mengikuti praktek Sholat yang dipimpin oleh lurah -pondok yang
bersangkutan .
2. Tahapan Kedua ; Mengaji dalil - dalil Al - Qur'an , Hadist dan Qoulul Ulama', yang
terdapat Kitab Tarojumah. Dalam Tahapan ini Seorang Lurah pondok harus
menguasai ilmu tajwid Al - Qur'an dan mampu mengaplikasikannya dalam bacaan
Al-Qur'an dengan benar. Pengajian tahap ini disebut ngaji abangan karena memang
tulisan Arab untuk dalil adalah berwarna merah atau ABANG atau disebut juga ngaji
dalil karena hanya dalil saja yang dibaca. Di samping itu santri harus hafal dan bisa
serta paham tentang Syarat - Rukun Puasa dan Sholat.
3. Tahapan Ketiga ; Mengaji dalil dan makna jadi satu dari kitab - kitab Tarojumah ,
tahapan ini dinamakan ngaji lafal makno ( belajar menerjemahkan tiap kata dalil /
kalimat dalil dengan bahasa jawa yang ada dibawah dalil itui ) , disini para santri
membutuhkan kejelian dalam mencari arti.
4. Tahapan Keempat ; Seorang santri diajak memahami maksud yang terkandung
dalam kitab - kitab Tarojumah , karena hampir setiap kalimat mempunyai makna
harfiah dan tafsiriah yang tentunya membutuhkan keterangan dan pemahaman
yang dalam . Kitab - kitab Tarojumah disusun dengan formula lengkap :
Kamaknanan , Kamurodan , Kasarahan , Kamaksudan Dan Kapertelanan , atau
dengan kata lain ngaji maksud , ngaji sorah , ngaji bandungan , atau ngaji sorogan .
Pengajian ini berupa pembacaan dan penerangan isi kandungannya dan dilakukan
oleh Syaikhina Haji Ahmad Rifai sendiri dihadapan para santri dan murid pilihan
kemudian mereka satu persatu memcoba menirukan seperti apa kata beliau . Dalam
pengajian ini diajarkan pula oleh ulama' itu tentang ilmu dan amalan kesunahan
yang tidak tertulis didalam kitab - kitab Tarojumahnya.
Kitab - Kitab Tarojumah Karangannya Kitab -kitab karya Kiai Haji Ahmad Rifai di
Jawa yang dapat diketahui pasti ada 62 buah judul kiatb rangkuman berbagai soal
keagamaan yang diambil dari Al - Qur'an dan Al - Hadits dan kitab - kitab bahas Arab
karangan ulama' - ulama' terdahulu yang diterjemahkan secara bebas kedalam bahasa
Jawa , karenanya disebut Tarajumah , berisi ilmu Tauhid , Fiqih dan Tasawuf , memakai
huruf Arab Jawa Pegon, sebagian besar berbentuk nadzam ( puisi tembang ), setiap
empat baris dengan akhiran sama dan sebagian lagi natsar ( prosa ) atau natsrah (
nadzam dan natsar sekaligus ) , selain itu ada juga yang berbentuk miring yang disebut
Tanbih Rejeng. Kitab - kitab yang disusun di pulau Jawa yaitu 62:
1. Risalah berisi fatwa - fatwa agama ( 1254 H ) ;
2. Nasihatul 'Awam , berisi Nasihat kepada masyarakat / awam ( 1254 H ) ;
3. Syarihul Iman, berisi Bab Iman , Islam , Ihsan dan barang ta'alu' ( 1255 H ) ;
4. Taisir , berisi Ilmu Sholat Jum'at ( 1255 H ) ;
5. 'Inayah , berisi Bab Khalifah Rosullulloh ( 1256 H ) ;
6. Bayan , berisi Ilmu meteodologi mendidik dan mengajar ( 1256 H ) ;
7. Jam'ul Masail , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( 1256 H ) ;
8. Qowa'id , berisi Bab Ilmu Agama ( 1257 H ) ;
9. Targhib , berisi Bab Makrifatulloh ( 1257 H ) ;
10. Thoriqot Besar , berisi Bab Hidayatulloh ( 1257 H ) ;
11. Thoriqot Kecil , berisi Bab Thariqotulloh ( 1257 H ) ;
12. Athlab , berisi Bab mencari Ilmu Pengetahuan ( 1259 H ) ;
13. Husnul Mitholab , berisi 3 Ilmu Agama ( 1259 H );
14. Thulaab , berisi Bab Kiblat Sholat ( 1259 H ) ;
15. Absyar , berisi Bab Kiblat Sholat ( 1259 H ) ;
16. Tafriqoh , berisi Bab Kewajiban Mukalaf ( 1260 H ) ;
17. Asnal Miqosod , Bab 3 Ilmu Agama ( 1261 H ) ;
18. Tafsilah , berisi Bab Kemntapan Iman ( 1261 H ) ;
19. Imdaad , berisi Masalah Dosa Takabur ( 1261 H ) ;
20. Irsyaad , berisi Bab Ilmu Manfaat ( 1261 H ) ;
21. Irfaq , berisi Bab Iman , Islam , dan Ihsan ( 1261 H ) ;
22. Nadzam Arja Safa'at , berisi Hikayat Isro' Mi'roj Nabi Sol'Am ( 1261 H ) ;
23. Jam 'ul Masail , berisi Bab Fiqih dan Tasawuf ( 1261 H );
24. Jam'ul Masail , berisi Bab Tasawuf ( 1261 H ) ;
25. Tahsin , berisi Bab Fidyah Sholat Dan Puasa ( 1261 H ) ;
26. Showalih , berisi Kerukunan Umat Beragama ( 1262 H ) ;
27. Miqshadi , berisi Bab bacaan Al Fatihah ( 1262 H );
28. As'ad , berisi Bab Iman dan Ma'rifatulloh ( 1262 H ) ;
29. Fauziah , berisi Bab Jumalah Maksiat ( 1262 H ) ;
30. Hasaniah , berisi Bab Fardlu Mubadarah ( 1262 H ) ;
31. Fadliyah , berisi Bab Dzikrulloh ( 1263 H ) ;
32. Tabyanal Islah , berisi Bab Nikah Tholaq Rujuk ( 1264 H );
33. Abyanal Hawaij , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( Ushul-Fiqih-Tasawuf ) ( 1265 H ) ;
34. Takhirah Mukhtasar , berisi Bab Iman Islam ( 1266 H ) ;
35. Ri'ayatal Himmah , berisi Bab 3 Ilmu Agama ( 1266 H ) ;
36. Tasyrihatal Muhtaj , berisi Masalah Mu'amalah ( EKSOS ) ( 1266 H ) ;
37. Kaifiyah , berisi Bab Tata Cara Sholat ( 1266 H ) ;
38. Misbahah , berisi Bab Dosa Meninggalkan Sholat ( 1266 H ) ;
39. Ma'uniyah , berisi Sebab Jadi kafir ( 1266 H ) ;
40. 'Uluwiyah , berisi Bab Takabur karena Harta ( 1266 H ) ;
41. Rujumiyah , berisi Bab Sholat Jum'ah ( 1266 H ) ;
42. Mufhamah , berisi Bab Mukmin dan Kafir ( 1266 H ;
43. Basthiyah , berisi Bab Ilmu Syariat ( 1267 H ) ;
44. Tahsinah , berisi Bab Ilmu Tajwid ( 1268 H ) ;
45. Tadzkiyah , berisi Bab Menyembelih Binatang ( 1269 H );
46. Fatawiyah , berisi Bab Cara Berfatwa Agama ( 1269 H ) ;
47. Samhiyah , berisi Bab Sholat Jum'ah ( 1269 H ) ;
48. Rukhsiyah , berisi Bab Sholat Jama' - Qosor dan Sholat Musafir ( 1269 H ) ;
49. Maslahah , berisi Bab Pembagian Warisan Islami ( 1270 H ) ;
50.Wadlihah , berisi Bab Manasikh Haji ( 1272 H ) ;
51. Munawirul Himmah , berisi Bab Wasiat Kepada Manusia ( 1272 H ) ;
52. Surat kepada R. Penghulu Pekalongan ( 1273 H );
53. Tansyirah , 10 Wasiyat Agama ( 1273 H );
54. Mahabbatulloh , berisi Bab Nikmatulloh ( 1273 H ) ;
55. Mirghabut Tha'ah* , berisi Iman dan Syahadah ( 1273 H ) ;
56. Hujahiyyah , berisi Bab Tata Cara Berdialog ( 1273 H ) ;
57. Tashfiyah , Bab Makna Fatihah ( 1273 H ) ;
58. 500 Tanbih Bahasa Jawa , ( 1273 H ) ;
59. 700 Nadzam Do'a dan Jawabannya ( 1270 - 1273 H ) ;
60. Puluhan Tanbih Rejeng , Masalah Agama ( 1273 H ) ;
61. Shihatun Nikah , Mukhtashar Tabyanal Islah ( 1270-an H );
62. Nadzam Wiqoyah ( 1270 -an H )
63. Kitab - Kitab , Surat Wasiat dan Tanbih yang disusun di Ambon , adalah :
64. Targhibul Mathlabah , Berisi Bab Ushuliddin ( 1274 H ) ;
65. Kaifiyatul Miqshadi , Berisi Bab Fiqih ( 1275 H ) ;
66. Nasihatul Haq , Bab Tasawuf ( 1275 H ) ;
67. Hidayatul Himmah , Bab Tasawuf ( 1275 H ) ;
68. 60 Buah kitab Tanbih bahasa Melayu ( 1275 H );
69. Surat wasiat kepada Maufuro dan Murid - Murid lainnya ! ( 1275 H ) ;
Perlu diketahui bahwa kitab Tanbih terdiri dari tiga halaman folio sebanyak 114
baris nadzam dan di dalam setiap tanbih membahas satu masalah agama yang berbeda
dengan nyang lain , berati dalam 500 tanbih terdapat 500 judul. Kalau tiap satu tanbih
dapat dihitung sebuah kitab , maka kitab - kitab karangan syeikhina Kiai Haji Ahmad
Rifai ada 562 Kitab yang dikarang di Pulau Jawa saja, kitab - kitab yang dikarang di
Ambon yang terdiri dari 60 Tanbih dan 4 kitab bahasa melayu serta dua surat wasiat
kepada Maufuro, jadi kalau ditotal semua karangan Guru Besar Tarjumah ada 627 buah
kitab.
Adapun data mengenai nama kitab, tahun selesai dikarang, dan kandungan
bersumber pada :
1. Jadwal Kitab yang disusun oleh Kiai Ahmad Nasihun bin Abu Hasan Paesan tengah
Kedungwuni Pekalongan ( 1966 M ) ;
2. Kitab - kitab karangan Kiai Haji Ahmad Rifai dipulau Jawa
3. Buku Sejarah Nasional karangan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo , Nugroho
Notosusanto dkk. Masa Akhir Perjuangan Beliau Di Pulau Jawa
Tahun 1272 H ( 1856 ) adalah merupakan tahun permulaan krisis bagi gerakan
Syeikhina Kiai Haji Ahmad Rifai . Hal ini disebabkan hampir seluruh kitab karangan (
dan Hasil tulisan tangan beliau ) disita oleh pemerintah Belanda , disamping itu para
murid dan Ahmad Rifai sendiri terus - menerus mendapat tekanan Ratu Kafir Tanah
Jawa ( RKTJ Bukan GITJ ) yaitu Belanda . Sebelum Haji Ahmad Rifai diasingkan dari
kaliwungu Kendal Semarang , tuduhan yang dikenakan hanyalah persoalan menghasut
pemerintah Belanda dan membawa Haji Ahmad Rifai dipenjara beberapa hari di Kendal
, Semarang dan terakhir di Wonosobo.
Maka selama di Kalisalak persidangan panjang dialaminya , menghasut ,
mendoktrin jamaah membuat Syair - Syair protes dan beberapa Kitab yang isinya
menyinggung Anti kolonial Belanda dan Kroni - kroninya serta mengkader pejuang
pejuang militan di Pesantrennya adalah selalu menjadi tuduhannya. Tuduhan itu dari
wedono Kalisalak yang meminta agar Haji Ahmad Rifai diasingkan dari Kalisalak
ternyata tidak bisa dibuktikan sebagaimana dalam surat keputusan kelima dari
Gubernur Jenderal Duymaer Van Twist yang dibuat pada tanggal 2 Juli 1855
menyatakan bahwa seluruh tuduhan terhadap Haji Ahmad Rifai belum bisa dibuktikan ,
dan perlu diperiksa dalam persidangan biasa . Untuk sementara waktu waktu perkara
tersebut ditutup.
Pada tahun 1856 Jendral Albertus Jacub Duymaer Van Twist oleh Jendral Charles
Ferdinand Pahud, Wedono Kalisalak memandang perlu untuk mengangkat kembali
permasalahan pengasingan Kiai Haji Ahmad Rifai , namun ternyata jendral Pahud pun
menyatakan menolak sebagaimana yang ditulis dalam suratnya tertanggal 23 November
1858. Akan tetapi tekad dan dendam Iblis Wedono Kalisalak tidak berhenti sampai disini
, Dia menulis surat kepada Bupati Batang tertanggal 19 April 1859 No.1 A yang isinya
diteruskan ke Karisidenan Pekalongan oleh bupati Batang pada tanggal 24 April 1859
No.29 . Inti surat tersebut isinya adalah sebagaimana bunyi surat yang pernah dikirim
sebelumnya tertanggal 9 November 1858 No.578 dan 5 November 1858 No.700,
mengigat belum juga mendapat perhatian dari Residen Pekalongan, maka diperjelas
lagi dengan suratnya tertanggal 29 April 1859. Selain itu pada tanggal 30 April 1859
Residen Pekalongan menulis surat kepada Buiten Zorg di Bogor yang isinya agar Kyai
Haji Ahmad Rifai disidangkan ke pengadilan dan diasingkan dari Kalisalak. Pada tanggal
6 Mei 1859 secara resmi Haji Ahmad Rifai dipanggil Residen Pekalongan Franciscus
Netscher untuk pemeriksaan terakhir dan syarat untuk memenuhi pengasingan ke
Ambon. Sejak tanggal 6 Mei 1859 Haji Ahmad Rifai sudah tidak diperkenankan kembali
ke rumah lagi untuk menunggu keberangkatan pengasingan hingga tanggal 9 Mei 1859,
berdasarkan surat keputusan No.35 tertanggal 19 Mei 1859 K.H. Ahmad Rifai
meninggalkan jamaah beserta para keluarganya karena mulai hari itu beliau diasingkan
di Ambon,Maluku.
Setelah dua tahun Haji Ahmad Rifai di Ambon beliau telah mengirim kitab
sebanyak empat buah dalam bahasa Melayu dan 60 buah judul Tanbih berbahasa
Melayu juga surat wasiat tertanggal 21 Dzulhijjah 1277 H kepada menantunya Kyai
Maufura bin Nawawi di Keranggongan, Batang yang isinya agar para muridnya beserta
keluarganya jangan sekali-kali taat pada pemerintah Belanda dan orang-orang yang
berkolaborasi dengannya. Setelah di Ambon Haji Ahmad Rifai bersama Kyai Modjo dan
46 ulama lainnya dipindahkan ke kampung Jawa Tondano, Manado, Sulawesi Utara
karena ia bersama ulama-ulama Tarojumah menganggap perlu lahirnya organisasi
Rifaiyah secara nasional , dan dia tinggal disana untuk menanti panggilan dari sang
Robb, Beliau wafat dengan tenang sebagai " Pahlawan Islam dan bukan Pahlawan
Nasional" pada Kamis 25 Robiul Akhir 1286 H (usia 86 tahun) , ada riwayat lain yang
mengatakan beliau wafat pada 1292 H (92 tahun, semoga yang ini benar, karena itu
berarti beliau panjang umur) di kampung Jawa Tondono Kabupaten Minahasa, Manado
Sulawesi Utara dan dimakamkan dikomplek makam pahlawan kiai Modjo disebuah bukit
yang terletak kurang lebih 1 km dari kampung Jawa Tondano (Jaton).
"http://id.wikipedia.org/wiki/Rifa%27iyah"
Senin, 07 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
salam kenal ya mampir kesini ya http://rifaimovic.wordpress.com/
Posting Komentar